Senin, 18 Juni 2012

Analisis Kebocoran dari perspektif Etika


Berbicara mengenai etika dalam masalah kebocoran-kebocoran dalam penyusunan APBD, tidak lepas kaitannya dengan moralitas bangsa. Khususnya moral dari para aparatur pemerintah. Banyak aparatur pemerintah yang mengalami degradasi moral. sehingga seringkali kita mendengar kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme.  Mulai dari masa orde baru, reformasi, hingga saat ini, korupsi sudah menjadi budaya yang seakan-akan sudah menjamur sehingga sulit untuk dipangkas. Menjadi semakin terpuruk manakala indonesia menduduki peringkat 1 sebagai negara dengan kasus korupsi yang tinggi di asia tenggara. Dan menduduki peringkat 3 di tingkat dunia. Hal ini semakin menunjukkan bahwa para aparatur negara Indonesia masih sangat minim mengenai moralitasnya.
Di dalam buku Soemarno Soedarsono yang berjudul “Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju Terang”, Presiden pertama Negara Republik Indonesia yaitu Presiden Soekarno pernah mengatakan “Bangsa ini harus dibangun dengan medahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”.  Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan hal yang sama bahwa “Pembangunan Karakter (character building) adalah sangat penting ketika kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti dan berperilaku yang baik. Bangsa kita ingin juga memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Bangsa yang berkarakter unggul, disamping tercermin dari moral, etika dan budi pekerti yang baik juga harus ditandai dengan semangat, tekat dan energy yang kuat, dengan pikiran yang positif dan sikap yang optimis, serta dengan rasa persaudaraan, persatuan dan kebersamaan yang tinggi”.
Pembangunan Karakter dalam birokrasi pemerintahan ditujukan untuk menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu, diperlukan pembinaan aparat birokrasi sebagai unsur aparatur negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, bersih, berwibawa, bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya. Dalam hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, telah meletakkan landasan yang kokoh untuk mewujudkan pegawai negeri seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur kedudukan, kewajiban, hak pembinaan pegawai negeri sebagai salah satu kebijaksanaan dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang pemerintahan. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kasus KKN.
Adapun etika dalam kegiatan pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah (termasuk perencana, pelaksana dan pengawas), penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika pengadaan barang/jasa, yaitu:
1.      Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/ jasa;
2.      Bekerja secara profesional, mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa;
3.      Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak sehat;
4.      Menerima dan bertanggung jawab segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak;
5.      Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang dan jasa;
6.      Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam pengadaan barang dan jasa;
7.      Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan atau melakukan kegiatan bersama dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
8.      Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar