Halaman

Senin, 18 Juni 2012

KEADAAN PANCAGATRA DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA


BAB I : PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara besar dilihat dari jumlah penduduk maupun luas wilayahnya dan jumlah pulaunya. Indonesia mempunyai penduduk lebih dari 210 juta jiwa dan mempunyai 17 ribu lebih pulau. Betapa sulitnya menjaga dan merawat pulau sebanyak itu. Jangankan merawat memberi nama saja tidak mudah. Banyak pulau-pulau di Indonesia yang masih belum memiliki nama. Betapapun berat tugas merawat dan menjaga Indonesia Raya itu Pemerintah dan segenap komponen bangsa harus tetap berkomitmen untuk melaksanakannya demi keutuhan NKRI.
Untuk menjaga keutuhan NKRI tidaklah mudah, banyak masalah-masalah baik intern maupun ekstern dalam usaha menjaga keutuhan NKRI.[1] Masalah wilayah perbatasan negara merupakan salah satu persoalan yang krusial dalam NKRI karena ancaman-ancaman dapat datang dari luar dan melalui wilayah perbatasan. Pada tahun 2002, Indonesia telah  kehilangan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang berubah status menjadi wilayah Negara Malaysia. Tahun 2005 wilayah Ambalat, dan akhir-akhir ini pada tahun 2011 juga dengan kasus yang sama juga yaitu persengketaan Camar Bulan, Kalimantan Barat.
Sebagai negara berdaulat, Indonesia tentunya memiliki strategi perbatasan untuk mengantisipasi berbagai potensi ancaman yang mungkin terjadi. Namun beberapa melihat banyaknya kasus dan ancaman keamanan yang terjadi di wilayah perbatasan negara, seperti sengketa perbatasan, penyelundupan dan pelanggaran kedaulatan, tampaknya terdapat sejumlah persoalan di sana. Awalnya, persoalan pengelolaan wilayah perbatasan negara hanya menjadi salah satu isu sensitif politik dan pertahanan, terutama dalam hal mempengaruhi kerjasama atau ketegangan bilateral antara dua negara yang memiliki wilayah berbatasan langsung. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak masalah-masalah sosial lain yaitu keadaan sosial, ekonomi, sosial budaya, ideologi, pertahanan dan keamanan. Atau disingkat dengan Pancagatra.
Dalam mini paper ini akan menganalisa tinjauan keadaan Pancagatra yang ada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia secara detail. Hal ini akan relevan jika dikaitkan dengan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia yang saat ini kasus-kasus sengketa perbatasan wilayah menjadi perhatian publik.


B.     RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yaitu:
“Bagaimana keadaan Pancagatra (sosial budaya, ekonomi, politik, pertahanan keamanan, dan ideologi) yang berada di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia bisa mempengaruhi sistem administrasi negara INDONESIA?”
Demikian rumusan masalah yang akan dibahas dalam mini paper ini.

BAB II : ANALISIS

Sistem adminitrasi negara berinteraksi dengan berbagai sistem lain seperti politik, ekonomi, sosial budaya, ideologi, hankam, di samping dengan ekosistem seperti faktor geografi, demografi, dan kekayaan alam.[2] Semua itu disebut sebagai faktor lingkungan atau ekologi yang mempengaruhi sebuah sistem. Lingkungan dapat mempengaruhi sebuah sistem. Jadi sistem harus berubah sesuai dengan lingkungan yang ada di suatu masyarakat maupun di suatu wilayah. Sebagai contoh lingkungan dapat mempengaruhi sistem administrasi adalah banyaknya kasus-kasus sosial di wilayah perbatasan yang membuat pemerintah mengambil sebuah keputusan untuk merubah sistem admnistrasi yang ada.
Pemerintah membuat Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, khusus untuk pengelolaan kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia. Pada tahun 2007 Departemen Pertahanan Keamanan membentuk sebuah badan Otorita Pembangunan Batas Negara Indonesia-Malaysia di Kalimantan yang bertanggungjawab kepada Presiden RI. Hal ini membuktikan bahwa lingkunganlah yang memaksa untuk merubah sebuah sistem atu menciptakan sebuah sistem baru demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam artikel yang ditulis oleh Atep Afia Hidayat (Badan Otorita Perbatasan Negara: 2011) selain menyangkut pembentukan Badan Otorita yang menangani aspek perencanaan, pengembangan dan pengawasan kawasan perbatasan, baik dalam dimensi ekonomi, sosial, pemerintahan, maupun pertahanan dan keamanan, aspek yang perlu diperhatikan lagi adalah pembangunan infrastruktur fisik, peningkatan kemampuan pertahanan, maupun berbagai stimulant ekonomi rakyat.
Menurut Marnixon, kawasan perbatasan selama ini hanya menampakkan keterbelakangan dan terisolasi, sehingga perlu ada terobosan baru dengan berbagai kebijakan khusus yang bersifat nasional, karena kawasan tersebut merupakan bangian integral dari NKRI yang menempati khusus sebagai show window bangsa.[3] Sebagian besar kawasan perbatasan Indonesia merupakan kawasan tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang terbatas. Akibatnya, wilayah perbatasan menjadi daerah yang tidak tersentuh dinamika pembangunan dan masyarakatnya menjadi miskin, sehingga secara ekonomi wilayah ini berorientasi kepada negara tetangga.
Indonesia yang kurang memperhatikan pulau-pulau di wilayah perbatasan dapat dijadikan peluang Malaysia untuk merebut dan mengkalaim wilayah yang kurang diperhatiakn tersebut sebagai wilayah Malaysia. Salah satu buktinya adalah hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan. Menurut Said (2002) Salah satu pertimbangan Mahkamah Internasional dalam memutuskan sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan adalah soal kepedulian. Indonesia dinilai lalai dalam megelola kedua pulau itu sejak tahun 1950. Sementara Malaysia dengan berbagai trik berusaha mengelola kedua pulau itu. Diantaranya dengan membuka penangkaran penyu dan membangun motel-motel bahkan mempromosikannya. Mengomentari kekalahan tersebut Mantan Menteri Luar Negeri RI, Prof. Dr. Muladi mengatakan lepasnya kedua pulau tersebut karena Deplu RI menganggap persoalan tersebut sepele.[4]Indonesia yang kurang tanggapkah apakah Malaysia yang serakah. Yang jelas Indonesia bersikap apatis terhadap pembangunan dan pengelolaan di wilayah perbatasan.
Selama ini mungkin di wilayah perbatasan, masyarakatnya tidak terdata dalam sensus penduduk, keberadaannya sulit diketahui, atau bahkan belum memiliki Kartu Tanda Penduduk. Usaha perbaikan sistem administrasi kependudukan sangat mendesak untuk segera dilakukan. Program pemberlakuan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nasional dapat dijadikan alternatif solusi. Disamping efektif karena KTP berlaku seumur hidup, program itu menjadikan setiap warga negara tidak akan pernah ganti nomor KTP walaupun dia pindah tempat tinggal di kota lain di Indonesia. Cara ini akan mempermudah mengontrol keberadaan serta status setiap WNI tetapi tidak mudah diemplementasikan. Hampir bisa dipastikan penomoran KTP dalam satu kabupaten atau kecamatan tidak akan berurutan. Hal ini tentu menyulitkan pengelolan file-file di komputer maupun pengarsipan berkas di kabupaten atau kecamatan. Program KTP nasional akan berjalan baik jika benar-benar didukung pengarsipan yang handal baik secara elektronik maupun manual.
Pengaruh administrasi negara terhadap sosial budaya dapat ditelusuri melalui program-program pembangunan sosial budaya yang dilancarkan oleh pemerintah yang diimplementasikan oleh administrasi negara.[5] Program modernisasi desa, program-program di bidang seni budaya, program pendidikan, program kesehatan dan keluarga berencana dan program-program lainnya yang telah direalisasikan di Indonesia mungkin tidak terjangkau di wilayah perbatasan. Pemerintah harus membuat program khusus untuk wilayah perbatasan yang jelas keadaan masyarakatnya jelas berbeda dengan wilayah non perbatasan.
Ternyata dampak kurangnya proses pembangunan di daerah perbatasan juga menyebabkan keterbatasan akses transportasi dan komunikasi, membuat para warga Indonesia lebih mudah untuk mengakses kemajuan di negara tetangga, membuat warga Indonesia lebih akrab dengan perkembagan politik di Malaysia daripada di Jakarta. Secara politik, jelas hal ini akan mematikan rasa nasionalisme dan tidak menutup kemungkinan munculnya gerakan separatisme dan keinginan untuk bergabung dengan Malaysia. Potensi itu mungkin saja timbul karena kesamaan suku, bahasa, adat istiadat di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia khususnya di daerah Kalimantan.
Keadaan politiknya saja digambarkan seperti itu. Apakah juga berdampak pada ideologi warga yang ada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia? Menurut saya, Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia telah diterima secara baik oleh masyarakat di perbatasan. Hingga saat ini belum terlihat anasir-anasir yang tidak menerima atau berusaha merubah ideologi negara diseluruh wilayah perbatasan Kalimantan. Belum ada gerakan separatisme yang menjadi isu-isu di wilayah perbatasan khususnya di Kalimantan. Menurut Pamudji (1983 : 99) bahwa untuk mencegah adanya polusi ideologi asing  terhadap ideologi Nasional Pancasila dapat dilakukan melalui usaha-usaha administrasi negara melalui pelajaran moral pancasila di sekolah-sekolah (Dasar, Menengah, dan Perguruan Tinggi). Perlu adanya pembekalan ideologi Pancasila yang maksimal di daerah perbatasan agar nilai-nilai Pancasila tidak luntur dan terjajah dengan idelogi Malaysia.
Ideologi Nasional Pancasila mempunyai pengaruh terhadap kedudukan, peranan, dan fungsi militer atau pertahanan dan keamanan di Indonesia.[6] Dalam bidang pertahanan dan keamanan saya rasa sangat terbatas. Apalagi keamanan pada wilayah maritim yang kurang diperhatikan oleh Indonesia. Hal ini menjadi isu nasional. Apalagi aksi pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah Batam, meski beberapa kali tertangkap oleh instansi pengaman di negeri ini tapi tetap saja Indonesia kalah karena sistem pertahanan dan keamanannya yang kurang memadai di seluruh wilayah perbatasan. Selain itu, saya melihat kondisi peralatan pengaman (Alutsista) kita sangat kurang, sehingga dengan sangat leluasa mereka masuk dan melakukan intervensi terhadap petugas kita yang jelas-jelas masih berada di teritorial wilayah Indonesia. Waktu pemerintahan Soekarno hingga saat ini yang perlu diperhatikan tidaklah pertahanan keamanan di darat saja. Keamanan di wilayah maritim juga menjadi esensi bagi pemerintah supaya tidak ada lagi pengklaiman budaya lokal, wilayah maupun pencurian sumber daya alam di wilayah kita.
Indonesia-Malaysia perlu merundingkan dan membuat sebuah sistem yang jelas dan tegas terhadap batas-batas wilayah di antara keduanya. Dengan adanya suatu aturan yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua negara yang mana aturan tersebut bersifat mengikat, diharapkan tidak ada lagi kasus-kasus seperti yang akhir-akhir ini terjadi dan menjadi isu publik dan merugikan salah satu negara. Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini banyak kapal malaysia yang berlayar dan mengambil ikan di perairan Indonesia secara ilegal. Sebenarnya aparat AL mengetahui bahwa kapal Malaysia sering melanggar aturan dan mengambil sumber daya laut yang ada di Indonesia, namun Indonesia tidak mampu mengejar dan menghakimi kapal Malaysia, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah Indonesia terhadap keamanan maritim. Sehingga sarana serta fasilitas yang ada di pertahanan maritim Indonesia masih minim, dan jelas mempunyai kualitas yang rendah dibanding negara-negara tetangga. Padahal keamanan maritim Indonesia ini penting, kenapa saya bilang begitu? Karena sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah maritim, dua per tiga wilayah Indonesia merupakan wilayah mritim. Indonesia merupakan negara besar dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam.
Yang menjadi persoalan hingga saat ini adalah mengapa Indonesia yang mempunyai wilayah luas justru mengalami ketertinggalan? Negara tetangga yang justru mempunyai wilayah yang sempit bisa mengalami kemajuan yang signifikan dalam jangka waktu yang singkat dikarenakan, mereka lebih memperhatikan keamanan negaranya, baik keamanan yang ada di wilayah daratan maupun keamanan yang ada di wilayah maritim. Maju tidaknya suatu negara bergantung pada keamanan di negara tersebut. Mengapa saya katakan demikian? Karena dengan adanya keamanan yang menjamin maka perputan sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem politik, ideologi, sistem sosial budaya yang ada di negara tersebut dan segala sesuatu yang ada di negara tersebut dapat terlaksana dengan baik dan tujuan negara yaitu mencapai suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terlaksanan dengan mudah. Demikianlah keadaan sosial atau pancagatra di daerah perbatasan yang mempengaruhi sistem administrasi negara.








BAB III : PENUTUP


A. KESIMPULAN

Dari analisis di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Ø  Sistem harus berubah sesuai dengan lingkungan yang ada di suatu masyarakat maupun di suatu wilayah, contoh Departemen Pertahanan Keamanan membentuk sebuah badan Otorita Pembangunan Batas Negara Indonesia-Malaysia di Kalimantan yang bertanggungjawab kepada Presiden RI yang bertujuan untuk menangani aspek perencanaan, pengembangan dan pengawasan kawasan perbatasan, baik dalam dimensi ekonomi, sosial, pemerintahan, maupun pertahanan dan keamanan. Selain itu aspek yang perlu diperhatikan lagi adalah pembangunan infrastruktur fisik, peningkatan kemampuan pertahanan, maupun berbagai stimulant ekonomi rakyat.
Ø  Wilayah perbatasan menjadi daerah yang tidak tersentuh dinamika pembangunan dan masyarakatnya menjadi miskin dan jauh dari standart sejahtera. Mungkin saja penduduknya tidak terdata dalam sistem kependudukan RI. Atau tidak tahu sama sekali apa yang disebut dengan hidup sehat dan sejahtera.
Ø  Kurangnya pembangunan di wilayah perbatasan berdampak pada sistem politik dan ideologi di sana. Ideologi akan mempengaruhi sistem pertahanan dan keamanan suatu negara.
Ø  Keadaan sosial (sosial budaya, ekonomi, politik, ideologi, dan hankam) saling mempengaruhi satu sama lain. Dan menyebabkan suatu sistem administrasi negara dapat berubah sesuai keadaan tersebut.


B. SARAN

Ø  Bagi pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan daerah-daerah di wilayah perbatasan agar sistem sosial yang ada di wilayah perbatasan agar tidak dipandang bahwa wilayah perbatasan menjadi ikon yang selalu terisolasi dan tertinggal jauh oleh wilayah yang bukan termasuk wilayah perbatasan.
Ø  Sistem administrasi di wilayah perbatsan seharusnya dibuat sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan keadaan di wilayah perbatasan tersebut agar tujuan negara sesuai sila kelima (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) dapat tercapai.
Ø  Adanya batas-batas wilayah yang tegas antara NKRI dan negara tetangga khusunya Malaysia agar tidak ada lagi kasus-kasus yang meresahkan masyarakat.


[1] Soeprapto, Cita Negara Persatuan Indonesia, hal. 54

[2] LAN, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, hal. 2
[3] Marnixon, Konsepsi Hukum dalam Pengaturan dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan Antarnegara, hal. 218
[4] Diambil dari artikel Sofyan Said, Kasus Sipadaan dan Ligitan: Cermin Manajemen Kenegaraan Kita, Republika, 13 Desember 2002
[5] Pamudji, Ekologi Administrasi Negara, hal 133
[6] Ibid, hal 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar