Halaman

Rabu, 20 Juni 2012

LAPORAN SL KEBIJAKAN 1 OKTOBER PT KAI


Studi lapangan yang dilakukan oleh kelompok kami meneliti tentang kebijakan 1 Oktober PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Studi lapangan ini tepatnya dilakukan di stasiun kereta api Kabupaten Jember. Menurut Hendra Irfan A.S yang merupakan pimpinan perjalanan kereta api (PPKA) PT. KAI terus melakukan pembenahan dan perbaikan di semua lini, demi menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus pada pelayanan pelanggan.

Dalam rangka memberikan kenyamanan pada penumpang KA mulai 1 Oktober 2011 PT KAI menetapkan kebijakan untuk menjual tiket kereta sesuai jumlah tempat duduk yang ada. Hal ini berlaku untuk semua kelas kereta, baik eksekutif, bisnis, maupun ekonomi (okupansi 100%). Semua penumpang yang naik dipastikan mendapat nomor tempat duduk sesuai nomornya masing-masing. Sehingga tidak lagi berjubel atau duduk di bawah sehingga tercipta suasana yang aman dan nyaman bagi penumpang.  

Untuk mencegah penumpang tanpa karcis PT KAI juga menetapkan sistem boarding yang masih akan diberlakukan, penumpang yang bertiket diperbolehkan masuk ke dalam peron maksimal 2 jam sebelum KA berangkat. Selain itu pemeriksaan serentak oleh petugas  PT KAI akan dilakukan secara lebih intensif. Pelayanan penjualan karcis bisa dilakukan H-40 sebelum hari keberangkatan untuk KA kelas eksekutif dan bisnis melalui contact center 121, stasiun, agen, minimarket dan kantor pos. Untuk KA ekonomi kereta bisa dipesan H-7 di stasiun.

Selain melakukan kebijakan – kebijakan terhadap para pengguna jasa kereta api. PT KAI juga menuntut kebijakan mengenai penambahan PSO (Public Service Manajemen) dimana penjelasan mengenai PSO yakni PSO merupakan bagian dari subsidi tetapi ada perbedaan baik pengertian maupun mekanisme penyaluran dan kepada siapa PSO diberikan. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi. Setiap tahun pemerintah menanggung beban subsidi yang cenderung meningkat. Apalagi semenjak krisis ekonomi tahun 1997.

PSO adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh negara akibat disparitas/perbedaan harga pokok penjualan BUMN/swasta dengan harga atas produk/jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah agar pelayanan produk/jasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat (publik). Ada perbedaan pengertian antara PSO dan subsidi. Walaupun PSO yang kita kenal dalam APBN merupakan bagian dari belanja subsidi. Subsidi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh negara akibat disparitas/perbedaan harga pasar dengan harga atas produk/jasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin. 

Dasar hukum PSO adalah Undang-Undang RI No 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 66 ayat 1. Menurut UU No. 19 Tahun 2003 tersebut, pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.

Adapun BUMN yang diberikan tugas PSO adalah BUMN-BUMN yang bergerak di bidang transportasi dan komunikasi, seperti PT Kereta Api (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan kereta api kelas ekonomi, PT Pos Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa pos pada kantor cabang luar kota dan daerah terpencil, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) untuk tugas layanan jasa angkutan laut kelas ekonomi, dan PT TVRI (Persero) antara lain untuk program penyiaran publik.

Permintaan PT KAI dalam penambahan PSO ini adalah untuk peningkatan kegiatan perawatan dan operasional yang maksimal akan tetapi PSO sebesar Rp 639 Milyar belum juga cair sehingga hal ini menghambat operasional PT KAI yang hanya memperoleh keuntungan dari kereta api kelas eksekutif dan kereta kelas barang yang non PSO. PT KAI menuntut adanya persamaan dengan angkutan lainnya terkait penggunaan BBM subsidi. Dengan tarif penumpang yang sangat murah akan tetapi tidak sebanding dengan BBM industri yang digunakan, yang harganya dua kali lipat lebih mahal.

Substansi kebijakan PT KAI pada intinya terfokus pada penetapan kebijakan baru dengan tidak ada lagi ruang berdiri bagi penumpang, semua penumpang nantinya harus sesuai nomor tempat duduknya masing – masing. Pemberlakuan peraturan baru ini akan berlaku bagi kereta api kelas ekonomi , kelas bisnis maupun kelas eksekutif.

Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk peningkatan pelayanan terhadap para pengguna jasa kereta  api. Jumlah toleransi penumpang yang di batasi hanya 25 % saja. Kebijakan PT KAI ini memiliki pengaruh positif terhadap para pengguna jasa kereta api mengenai kenyamanan dan keamanannya. Akan tetapi hal tersebut juga berpengaruh terhadap pendapatan PT KAI yang semakin berkurang ditambah dengan belum dicairkannya PSO oleh pemerintah.

Dalam hal ini pemerintah harus tanggap dalam mengatasi persoalan tersebut. karena sejauh ini kereta api masih merupakan sarana transportasi yang sangat membantu masyarakat. Sehingga kebijakan pemerintah atas persoalan PT KAI berperan penting atas kelanjutan dan keberadaan kereta api bagi masyarakat.

Setiap kebijakan yang dibuat harus memiliki nilai tambah dan harus dapat dirasakan manfaatnya oleh operator maupun pengguna jasa kereta api. Anggaran pemerintah dalam APBN untuk membangun industri jasa perkeretaapian yang handal dan berdaya saing kuat, harus dapat tercermin dalam  performa jasa pelayanan kereta api yang semakin maju baik kualitas maupun kuantitasnya.










1 komentar:

  1. The inter-gold Logbook is also a hot seller among Rolexes, as there are many bosses who love it because of the good symbolism of gold and diamonds and incoming and outgoing. The Logbook collection brings replica omega watches together many of Rolex's classic elements: the dogtooth ring, the fish-blister eye and the five-baht chain, all of which are timeless classics. And it is also equipped with the 3235 movement,luxury replica watches but compared to the previous two models,replica panerai watches its lack of premium and the fact that you can get it at a public price makes many watchmakers feel conscience.

    BalasHapus